Hikikomori adalah sebuah istilah untuk fenomena di kalangan remaja atau dewasa muda Jepang yang menarik diri dan mengurung diri dari kehidupan sosial. Istilah hikikomori ini juga merujuk kepada orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok sosial ini. Fenomena hikikomori mulai dikenal pada awal dekada 1990 dan didominasi oleh pria.
Pada tahun 1980-an, seorang psikiater bernama Tamaki Saito mulai menemukan pasien yang mempunyai ciri-ciri hikikomori: pria muda yang tampak lesu, tidak komunikatif, dan menghabiskan sebagian besar waktunya di kamar. Awalnya Saito mendiagnosis pengasingan diri ini sebagai jenis depresi, gangguan kepribadian, atau skizofrenia. Seiring bertambahnya waktu, jumlah pasien dengan gejala serupa makin banyak. Akhirnya Saito memakai istilah hikikomori, dan dengan cepat istilah itu tersebar hingga menjadi rujukan populer.
Fenomena hikikomori dilatar belakangi beban pikiran, konflik keluarga, intimidasi, dan lainnya. Usai Perang Dunia II, Jepang yang kalah perang dan harus hancur lebur kena hantam bom atom, harus memulai segalanya dengan kerja lebih keras. Kehidupan sosial di Jepang menjadi penuh tekanan, hal ini membuat orang-orang lebih cenderung menarik diri. Tidak hanya tekanan dari lingkungan, hubungan antara anak dan orang tua juga menjadi pemicu hikikomori. Misalkan anak kerap ditekan agar nilai akademisnya bagus, sukses di karier, jadi panutan adik, hingga diikutkan berbagai macam les. Beberapa faktor tersebut menyebabkan para hikikomori untuk mengurung dirinya di kamar dan menjauhkan diri dari pergaulan sosial. Gejala hikikomori biasanya berlangsung selama enam bulan. Tapi pada beberapa kasus langka bisa terjadi hingga puluhan tahun. Menurut Wall Street Journal, terdapat 500 ribu hingga 2 juta orang hikikomori di Jepang.
Fenomena hikikomori adalah cerminan atau pertanda ada yang keliru dengan sistem pendidikan negara, moral sosial, hingga pola asuh dalam keluarga. Hikikomori bukanlah sebuah penyakit yang dapat menular melainkan gejala gangguan sosial yang menimpa penderitanya. Untuk mengurangi gejala hikikomori, dukungan moral dan kasih sayang sangatlah penting. Apabila kita bisa menciptakan lingkungan yang supportif dan positif, hikikomori bisa dicegah secara perlahan.
Nadya Zhafira Nugroho
XI
MIPA 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar