Korupsi bukan lagi kata yang asing di telinga masyrakat, hampir setiap bulannya headline headline berita di penuhi oleh berita kasus korupsi. Korupsi sendiri berkembang dengan begitu banyak pengertian, namun secara umum korupsi dapat di artikan sebagai suatu tindakan penyelewengan penggunaan uang Negara untuk keuntungan pribadi maupun kelompok. Lalu seperti yang dilansir dari web kpk.go.id, pemberantasan korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi (melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang pengadilan) dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada tiga puluh bentuk atau jenis tindak pidana korupsi yang dirumuskan dari 13 pasal dalam UU Nomor 31 tahun 1999, UU Nomor 20 tahun 2001. Kemudian ketiga puluh bentuk atau jenis tindak pidana korupsi di kelompokan menjadi 7 kelompok. Dilansir dari kompas.com, peraturan pemerintah untuk pemberantasan korupsi yang berlaku di Indonesia adalah Undang- undang No.20 tahun 2001 yang lebih sering disebut UU Tipikor, Undang undang ini ditetapkan oleh pemerintah pusat pada 21 November 2001. Dalam UU Tipikor, Kruptor mendapat hukuman pidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal 1 miliar. Seperti yang di lansir dari web kpk.go.id secara rata rata terdapat 166 kasus korupsi dengan 223 terdakawa setiap tahunnya. Angka tersebut mepresentasikan kasus korupsi yang dapat diketahui atau tercatat, meskipun kasus korupsi yang tidak tercatat tentu masih jauh lebih besar dari angka tersebut. Angka tersebut tentu sangat mencengankan, jika yang tercatat saja sebanyak itu maka berapa banyak kasus korupsi yang tak tercatat, di tambah lagi kasus korupsi kini sudah mulai masuk ke pemerintahan desa atau kelurahan. Seperti yang di lansir dari detik.com pada 2018 terdapat 158 perangkat desa yangmenjadi terdakwa kasus korupsi. Kasus tersebut berkaitan dengan pengelolaan dana desa yang diberikan oleh pemerintah pusat. Tentu hal ini sangat mencemaskan, semakin banyak uang Negara yang diselewengkan, maka semakin sedikit pula dana yang tersedia untuk mengembangkan segala fasilitas dan kebutuhan Negara. Bagaimana jika koruptor mendapat hukuman mati? Pertanyaan itu sempat mencuat ketika presiden Joko Widodo berpidato dalam pentas drama ‘prestasi tanpa korupsi’ yang di selenggarakan oleh SMK 57, Jakarta. Saat itu presiden Joko Widodo mengatakan bahwa hukuman mati sudah termasuk ancaman hukuman yang terdapat pada UU Tipikor, namun hingga kini belum ada pelaku korupsi yang mendapat hukuman mati. Lagi pula hukuman mati hanya di berlakukkan dalam keadaan tertentu. Yang dimaksud dengan keadaan tertentu yaitu jika kasus korupsi terjadi saat Negara dalam bahaya. Namun menurut Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan wacana hukuman mati bagi koruptor yang disinggung Jokowi hanya akan menimbulkan perdebatan baru. Memang selama ini wacana hukuman mati bagi koruptor telah menjadi perdebatan panjang di masyarakat, walaupun banyak yang mendukung namun tetap saja terdapat beberapa orang yang menolak hal tersebut. Lalu, hingga kini pemerintah masih belum memberikan kepastian bagi masyarakat tentang hukuman yang tegas bagi para koruptor. Masih menjadi perdebatan panjang tentang ketegasan pemerintah terhadap penanganan kasus korupsi. Sementara orang orang saling memberi pendapat, di luar sana semakin banyak warga yang jatuh miskin, sementara di atas sana para tikus berdasi sedang tidur bergelimang uang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar