Politik uang atau biasa disebut politik perut ialah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap hak pilih seseorang dengan cara tertentu. Penyuapan suara ini biasa dilakukan oleh simpatisan dan kader partai politik baik dengan memberikan uang tunai ataupun dengan cara memberikan barang seperti sembako, obat-obatan dan keperluan masyarakat sehari-hari lainnya. Hal ini biasa terjadi di daerah pedesaan dan didominasi oleh rakyat yang sedang membutuhkan bantuan.
Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) belum pernah lepas dari praktik politik uang, politik identitas, penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan kampanye hitam. Kalaupun kelimanya tidak muncul sekaligus dalam satu waktu pelaksanaan pesta demokrasi setidaknya dua, yakni politik uang dan politik identitas selalu ada. Dari praktik politik uang pula kemudian dapat terwujud hoaks. Dampak paling ekstrem dari politik uang ialah perpecahan di masyarakat hingga menimbulkan konflik-konflik sosial. Kohesi yang terbangun oleh spirit Bhinneka Tunggal Ika rontok hingga perlu waktu lama untuk pulih. Perlu penegakan hukum untuk bisa meredam praktik yang mencoreng demokrasi. Sanksi jangan sampai hanya menghiasi lembaran peraturan hingga irit dijatuhkan. Ini semua merupakan kerja yang berkelanjutan dari penyelenggara pemilu dan aparat penegak hukum. Hal itu pun membutuhkan partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasi sekaligus wawas diri. Pilkada 2020 dengan pemungutan suara yang jatuh pada 9 Desember mendatang bukan hanya menghadapi kerawanan politik uang. Pandemi Covid-19 menyeruak ke posisi paling atas kerawanan pilkada. Artinya, kerja penyelenggaraan dan pengawasan pilkada semakin berat. Di sisi lain, pemilih mendapatkan momentum memilih calon pemimpin daerah yang paling mumpuni menghadapi krisis semacam wabah penyakit. Para pasangan calon harus tampil dengan gagasan-gagasan yang inovatif, terutama untuk menangani pandemi Covid-19. Tugas pemilih mempelajari betul rekam jejak para pasangan calon dan menyimak gagasan-gagasan mereka. Bukannya malah menyibukkan diri larut dalam hasutan uang dan yang lebih buruk lagi ikut menyebarkan.
Pemerintah seharusnya berfikir kritis dan membuat kebijakan-kebijakan hukum yang efektif untuk memberantas perilaku Money Politic, demi meningkatkan partisipasi masyarakat tanpa adanya politik uang, serta menindak tegas pelaku-pelaku yang melakukan praktek politik uang dan fitnah agar terciptanya rasa takut untuk melanggar aturan tersebut dan menjamin hak warga negara untuk menyalurkan aspirasinya tanpa gangguan dan pengaruh dari luar. Pilkada 2020 harus bebas dari politik identitas yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan. Karena itu, tidak boleh dibiarkan penggunaan bahasa, penggunaan narasi, penggunaan simbol-simbol yang membahayakan persatuan dan kesatuan masyarakat.
Nama : Riyan Nisa Cinta K.
Kelas : XI IPS 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar