Shadow economy merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang
sulit untuk dikenakan pajak. Hal ini dikarenakan keberadaannya yang sulit
terdeteksi oleh otoritas yang berwenang sehingga luput dari pengenaan pajak. Menurut Schneider
dan Enste (2000) shadow economy dapat diartikan sebagai semua
aktivitas ekonomi yang berkontribusi terhadap perhitungan Produk Nasional Bruto
(PNB) maupun Produk Domestik Bruto (PDB) tetapi aktivitas tersebut sama sekali
tidak terdaftar. Salah satu pihak yang
dirugikan akibat keberadaan shadow economy adalah Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) sebagai otoritas yang berwenang mengumpulkan penerimaan negara.
Menurut OECD( Organisation for
Economic Cooperation and Development) pada tahun 2002,shadow economy terbagi ke dalam 4 jenis aktivitas.Yang
pertama adalah produksi bawah tanah (underground production) yang
merupakan aktivitas produktif yang bersifat legal, tetapi sengaja disembunyikan
dari otoritas publik dengan tujuan mengelak dari pajak dan peraturan lainnya.Yang
kedua adalah produksi ilegal (illegal production) yang dapat diartikan
sebagai aktivitas produktif yang menghasilkan barang
dan jasa yang dilarang oleh hukum. Kedua jenis aktivitas tersebut
memang sama-sama menunjukan ketidaktaatan pada hukum. Walaupun demikian, ada hal
yang membedakan kedua area produksi tersebut. Underground production lebih
cenderung tidak taat aturan administratif, sedangkan illegal production lebih
cenderung termasuk tindakan kriminal.
Jenis aktivitas selanjutnya adalah produksi sektor
informal (informal sector production) yang merupakan aktivitas produktif
yang legal yang menghasilkan barang dan jasa dalam skala produksi kecil yang
umumnya dilakukan oleh usaha rumah tangga yang tidak berbadan hukum. Untuk jenis
aktivitas yang terakhir adalah Produksi rumah tangga yang dapat didefinisikan
sebagai kegiatan produktif yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi
atau dikapitalisasi oleh pihak yang menghasilkan/memproduksinya (production of
households for own final use).Jenis aktivitas ini dapat ditemui di daerah pedesaan yang masih
kental dengan nilai kekeluargaan dan gotong royong. Di pedesaan, masih dapat
ditemui rumah tangga yang senang menanam sayuran untuk dikonsumsi sendiri atau
dibagi dengan keluarga besarnya ketika panen besar. Lebih lanjut, warga
pedesaan juga biasa melakukan kegiatan membangun rumah sendiri yang dibantu
oleh sanak saudara atau tetangga.
Dibalik keberadaan shadow economy ini, terdapat berbagai motif
yang melatarbelakangi fenomena tersebut. Dilihat dari 4 jenis aktivitas shadow economy,
terdapat 3 motif yang nampak dominan, yaitu motif biaya, motif keuntungan, dan
motif kerumitan. Motif biaya dapat berupa dorongan untuk meminimalkan beban
pajak atau pun biaya usaha lainnya. Sementara itu, motif keuntungan bermula
dari adanya tawaran keuntungan yang luar biasa menggiurkan sehingga mendorong
seseorang untuk mendapatkannya walau harus melanggar hukum sekalipun. Yang
terakhir, motif kerumitan muncul ketika seseorang enggan untuk menghadapi
mekanisme yang dianggapnya rumit, misalnya adanya pelaku usaha yang lebih
memilih masuk dalam sektor informal karena enggan mengurus perizinan yang
dianggap rumit.
Dari sini ,kita dapat melihat
seberapa banyak kerugian yang dialami oleh DJP.Maka dari itu, DJP melaksanakan
upaya-upaya dalam memberantas fenomena shadow
economy.Yang pertama adalah Insentif
pajak, selain dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, juga dapat mendorong pelaku
usaha untuk mengungkapkan informasi keuangan yang sesungguhnya sehingga dapat
mengurangi keberadaan informasi asimetris.Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan
layanan perpajakan yang lebih baik, DJP senantiasa berupaya untuk melakukan
perbaikan dan inovasi layanan perpajakan. Dengan adanya kemudahan layanan
perpajakan, diharapkan dapat mendorong pelaku usaha untuk terdaftar secara
resmi menjadi wajib pajak.Upaya lain yang dilakukan DJP adalah kerja sama pertukaran informasi.Hal ini
dilakukan DJP untuk meminimalkan adanya informasi asimetris antara DJP dengan
wajib pajak. Salah satu bentuk keseriusan DJP dalam melaksanakan kerja sama
pertukaran informasi yaitu dengan terbitnya PER-02/PJ/2020 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Tax Examination Abroad dalam Rangka Pertukaran
Informasi berdasarkan Perjanjian Internasional.
Dari berbagai penjelasan shadow economy di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa shadow
economy dapat diklasifikasikan untuk tujuan perpajakan menjadi aktivitas
ekonomi yang bersifat ilegal, seperti penyelundupan, perjudian, prostitusi, dan
perdagangan narkotika dan aktivitas ekonomi yang dilakukan secara legal, tetapi
penghasilan yang diperoleh tidak dilaporkan kepada otoritas pajak, sehingga
tidak terkena pajak.Untuk itu kita harus senantiasa berhati-hati dalam
menjalankan kegiatan ekonomi agar tidak terjerumus ke dalam aktivitas shadow economy yang dilarang pemerintah dan
bersifat merugikan pihak lain.
Lamia Bawazir
XI MIPA 4
16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar