Nama : Nisrina Zahwa Arsinta
Kelas : XI MIPA 5
BIOLUMINESCENCE
Bioluminescence adalah emisi cahaya yang dihasilkan makhluk hidup karena reaksi kimia tertentu. Emisi cahaya yang dihasilkan berasal dari enzim yang sudah dikatalis melalui reaksi oksidasi. Enzim yang terlibat disebut enzim luciferin dan enzim luciferase. Proses pembentukan emisi cahaya ini memerlukan energi yang cukup besar. Bioluminescence sudah berevolusi secara independen sebanyak kurang lebih empat puluh kali, sehingga reaksi kimia untuk mengasilkan cahaya menjadi beragam dan tidak terikat pada jenis organisme yang memproduksinya.
Pada organisme eukariotik, emisi cahaya dapat berasal dari 2 sumber berbeda, yaitu instrinsik dan simbiosis. Intrinsik disebabkan oleh bahan kimia yang diproduksi oleh organisme itu sendiri. Sebagian organisme bercahaya memiliki sel khusus yang dapat menghasilkan cahaya. Sel bercahaya khusus tersebut yaitu fotosit yang dikelompokkan di dalam organ khusus yang disebut photophores. Beberapa hewan dapat mengeluarkan cahaya jika bersimbiosis dengan bakteri luminous, yaitu bakteri yang dapat menghasilkan cahaya. Bakteri luminous biasanya bersimbiosis dengan ikan ataupun cumi-cumi. Ketika terjadi simbiosis, bakteri luminous akan tersebar di lingkungan sekitar dalam bentuk individu. Bakteri penghasil cahaya disinyalir menjadi penyebab dari peristiwa spektakuler yang belum dapat dijelaskan, yaitu laut susu. Lautan susu dicirikan oleh cahaya yang tidak biasa di permukaan laut dan membentang di atas area yang begitu luas, sehingga terang cahaya yang dipancarkan dapat dideteksi dari luar angkasa.
Bioluminescence telah ditemukan secara alami pada berbagai macam makhluk hidup seperti cendawan, bakteri, dan organisme di perairan, namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewan vertebrata terestrial, amfibi dan mamalia. Sebagian besar plankton memiliki kemampuan menghasilkan pendaran, terutama plankton yang hidup di perairan laut dalam. Pada hewan umumnya digunakan sebagai pertahanan, predasi, dan sinyal kawin.
1. Pertahanan
Kelompok ubur-ubur, menggunakan emisi cahaya dari enzim green flourecent protein-nya untuk mempertahankan diri dari serangan predator. Beberapa jenis dekapoda, sefalopoda dan ikan menggunakan pendaran cahaya ini sebagai kamuflase untuk sembunyi dari predatornya. Mekanisme pertahanan ini membuat mereka tersamarkan di antara sinar lain di perairan.
Pada beberapa hewan darat yang juga mengeluarkan cahaya berpendar ini mekanisme pertahanan dengan menggunakan emisi cahaya disebut aposematisme. Penyamaran dengan menggunakan aposematisme tersebut membuat hewan-hewan tersebut seakan-akan beracun atau tidak enak untuk dimakan sehingga predator akan menghindarinya. Kunang-kunang adalah salah satu hewan yang mengeluarkan cahaya berpendar sebagai aposematisme sehingga predator mengganggap bahwa kunang-kunang tersebut beracun.
2. Predasi
Selain sebagai pertahanan, bioluminescence juga digunakan para predator untuk menarik mangsanya. Predator yang menggunakan emisi cahaya sebagai predasi adalah ikan angel dan hiu Isistius brasiliensis. Hiu Isistius brasilensis menggunakan bagian bawah rahangnya untuk menarik mangsanya. Cumi-cumi dan ikan-ikan kecil akan mendekat pada cahaya tersebut karena mengira siluet tersebut adanya penyamaran dari mangsa-mangsa mereka. Setelah mangsa-mangsa tersebut mendekat pada rahang paus tersebut, itu akan lebih mudah bagi paus untuk menangkap mangsanya. Selain pada pausIsistius brasiliensis,Ikan paus Physeter macrocephalus juga melakukan hal yang sama dalam melakukan predasi. Ikan ini secara intensif melakukan predasi dalam keadaan gelap.
3. Sinyal kawin
kunang-kunang menggunakan emisi cahaya ini sebagai sinyal kawin. Umumnya kunang-kunang jantan akan terbang rendah dan mengeluarkan emisi cahaya untuk menarik pasangannya. Kemudian kunang-kunang betina yang tertarik akan mengeluarkan emisi cahayanya dengan pola pendaran spesifik yang berbeda. Selain pada kunang-kunang, fungsi bioluminescence sebagai sinyal kawin juga dilakukan oleh kelompok cacing di daerah Bermuda yang disebut Odontosyllis enopla.
Pada bidang medis, bioluminescence dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan sel kanker dalam tubuh secara cepat melalui suatu teknologi baru bernama Bioluminescence Imaging (BLI). Selain bidang medis, mikroorganisme penghasil bioluminescence ini digunakan dalam bidang ekologi sebagai pembuatan biosensor untuk mendeteksi keberadaan polutan atau kontaminan tertentu di lingkungan.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa bioluminescence selain merupakan fenomena alam yang menakjubkan, dapat juga dimanfaatkan untuk kehidupan di sekitarnya. Sayangnya, tidak semua lautan memiliki organisme yang dapat mengalami bioluminescence ini. Salah satu tempat di Indonesia yang ditinggali oleh organisme penghasil bioluminescence ini adalah Pantai Gili Trawangan, yang terletak di Nusa Tenggara Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar