Resensi Novel A Cup of Tea Karya Gita Savitri Devi

 


Identitas Buku

Judul buku: A Cup of Tea (Mencari untuk menemukan)

Penulis: Gita Savitri Devi

Penerbit: Gagas Media

Kota Penerbit: Jakarta Selatan

Tahun Terbit: 2020

Halaman: viii + 164 halaman


Pendahuluan

        Gita Savitri Devi merupakan seorang konten kreator Youtube, penulis blog, influencer, sekaligus penulis buku yang inspiratif. Gita tinggal di Jerman sejak umur 18 tahun, saat memulai kuliahnya. Gita sekolah di Freie Universitat, Berlin, Jerman dengan jurusan Kimia Murni.

       Gita adalah seorang Youtuber yang mulai aktif sejak 2016, di channelnya berisi video beropini, travel vlog, cover lagu, dan Q&A. Selain itu, Gita juga pernah menerbitkan novel pertamanya yang berjudul Rentang Kisah. Di tahun yang sama ia juga merilis lagunya yang berjudul “Seandainya”. Bahkan, pada tahun 2020 Renah Kisah diangkat ke layar lebar oleh Falcon Picture dan diperankan oleh aktris Beby Tsabina sebagai Gita Savitri Devi. 

       Membaca buku a cup of tea membawa pembaca seolah olah membuka buku harian seseorang. Karena buku ini berisi tentang cerita perjalanan panjang untuk mengenali diri sendiri. Gita juga mencoba mengaitkan setiap peristiwanya dengan nilai nilai spiritual islam saat ini. Salah satu Keunikan buku ini adalah tidak terdapat daftar isinya, yang mungkin beberapa pembaca sudah terbiasa membaca secara urut akan terkecoh dengan penyajian perbabnya yang terkesan acak.

Ringkasan Isi Buku

         Gita Savitri menceritakan perjalannya sebagai seorang yang berumur 20 tahun, yang kebanyakan sedang dalam masa quarter life crisis seperti menghadapi lika liku di kehidupan yang nyata, skeptis tentang kenyataan yang terjadi, mimpi atau tujuan yang harus dilaksanakan, dan rencana hidup. Buku ini dapat membantu kita untuk menemukan jati diri kita sendiri. Seorang gita memilih untuk tinggal di negeri orang, yakni Jerman. Dia mengungkapkan kesulitan yang dihadapi, mulai dari masalah finansial, sosial, Pendidikan, politik, agama, dan keluarga.

          Diambil dari bab “Mendengarkan”, gita mengungkapkan mengapa mendengar itu akan lebih krusial. “Mendengar untuk mengerti, bukan merespons. Menjadi pendengar yang baik itu sulit.” Dengan kita mendengarkan orang beserta kisahnya untuk mengerti tentang Sebagian kecil dari dirinya, yang kemudian bisa mengajarkan kita banyak hal, untuk menjadi pengingat bahwa masih banyak yang kita tidak tahu di dunia ini. Kalimat di atas terhubung satu sama lain. Dalam proses mencari tahu, pasti ada tujuannya. Namun, kita sering terlena Ketika kita sudah menemukan arti sesungguhnya dalam mendapatkan tujuan tersebut.

        Kemudian, Gita menemukan persamaan dirinya dengan Sulli, seorang artis Korea Selatan yang bunuh diri akibat dibuli dalam bab “Words Cut Deeper than Knives”. Dia berpikir masyarakat dunia telah mengalami perubahan yang mengerikan bersamaan dengan berkembangnya internet. Setiap individu berperan sebagai juri bagi individu lain.

            Lalu Gita menjawab pertanyaan orang lain tentang cara keluar dari pertemanan yang toksik dalam bab berjudul “Let There Be Spaces”. Ia menemukan bahwa semua orang itu hidup sendiri. Seseorang yang pada dasarnya menggantungkan kebahagiaan pada orang lain akan menjadi bom waktu nantinya.

           Untuk menjadi seseorang yang objektif dan kritis terhadap diri sendiri, sebaiknya kita dapat memberi batasan pada ekspektasi dan detachment supaya mampu memilih mana yang lebih esensial dan nyaman. Tak lupa Gita menambahkan bahwa prinsip yang dijalaninya tidak bersifat one size fits all. Ia menyadari bahwa setiap pribadi punya cara unik untuk menemukan diri mereka sendiri.

Ulasan Buku

Keunggulan Buku:

           Pada bagian cover buku a cup of tea terlihat simple yang terdiri dari judul, tagline, nama penulis, dan logo penerbit saja. Untuk cover belakang, juga terlihat tidak jauh beda. Untuk tagline cocok karena sudah merangkum seluruh isi bukunya.

          Pada setiap babnya, pembaca disajikan dengan berbagai foto yang menarik nan indah koleksi dari Gita. Sehingga pengarang dapat menghidupkan suasana pembaca karena isinya yang berwarna dan tidak monoton. Gaya Bahasa Gita juga ringan, natural, tegas, ekspresif, dan mudah dibaca oleh remaja atau milenial karena penggunaan Bahasa inggris yang cukup sering dituliskan sehingga membuat pembaca dapat menggali informasi dalam lagi.

      Bahkan banyak isi dari buku Gita ini bisa memotivasi pembaca, misalnya supaya kembali mengenali dan mencintai diri sendiri tanpa lupa untuk berbuat bijak kepada orang lain. Hal lain yang tidak kalah penting adalah pemilihan fontnya yang cocok dan betah, saya juga tidak banyak menemukan typo di dalam buku ini

Kelemahan Buku:

        Tidak adanya daftar isi pada buku a cup of tea membuat pembaca merasa terkecoh akan isi bukunya, sehingga jadi terkesan acak dari bab ke bab sesuai dengan topik yang serupa.

          Selain itu, karena banyaknya kata kata dari Bahasa asing di buku ini. Maka akan lebih baik diberi penjelasan khusus mengenai makna dari kata tersebut. Supaya pembaca dapat lebih nyaman dan mudah dalam mencari makna istilah istilah tersebut.

Rekomendasi

        Buku a cup of tea cocok untuk kalian yang lagi merasa terserat, bingung bagaimana cara mengenali diri sendiri tanpa melupakan bersikap bijak terhadap orang lain, dan memiliki banyak pertanyaan mengenai pandangan dunia, relationship, dan hubungan dengan orang baru. Buku ini cocok dibaca untuk remaja dan dewasa yang sedang dihadapi dengan kehidupan sebenarnya. Apakah kamu tertarik untuk membaca A Cup of Tea?

      Ketiadaan interaksi secara langsung menjadikan lebih mudah bagi siapapun untuk mendehumanisasi seseorang. Melalui perjuangannya menghadapi berbagai macam bentuk cancelling dan cyber bullying, Gita mengetuk hati siapapun untuk menghidupkan kembali rasa empati dan kesadaran bersama bahwa tidak ada satupun manusia yang sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar