Bunga dan Harapan

 Bunga dan Harapan


“Bunga, belajar, Nak! Besok ujian kan?”  Bunda berkata sembari melewati kamar Bunga. “Iya, Bunda. Sebentar lagi!” Seru Bunga dari kamarnya. Ya, gadis yang tengah berada di kelas 11 SMA itu, bernama Putri Bunga Amelia. Sebenarnya, Ia bisa saja dipanggil ‘Putri’ atau ‘Amel’, tapi ia lebih senang dipanggil ‘Bunga’. Sederhana, ‘Bunga’ adalah nama yang indah. Selain itu, ia menganggap bahwa bunga dapat banyak menyenangkan orang yang ada di sekitarnya, entah karena tampilannya yang cantik atau karena baunya yang harum. Ia ingin seperti ‘bunga’. Singkatnya, karena alasan itulah ia lebih memilih dipanggil dengan sebutan ‘Bunga’.

Bunga sedang menonton serial drama kesukaannya, ketika ia mendengar seruan ibunya yang memintanya untuk segera belajar karena sebentar lagi sudah mulai memasuki masa-masa ujian. ‘Hhhh, here we go again…’ “Iya, Bunda. Sebentar lagi!” Seru Bunga membalas ucapan sang ibunda. Tidak, ia tidak lelah dengan ucapan sang bunda yang menyuruhnya untuk belajar, ia hanya lelah dengan ujian. Tetapi, mau tidak mau, Bunga tetap harus melaksanakan ujian agar dirinya dapat naik kelas.

Bunga hanya menyelesaikan 1 episode drama yang sedang Ia tonton, kemudian ia segera beranjak untuk belajar. ‘Agar bunda tidak kecewa’, pikirnya. Seiring berjalannya ujian, tiba saatnya ujian matematika. Bunga rasa, ia sudah cukup puas dengan yang didapatkannya. “Tidak buruk”, Bunga berkata pada dirinya sendiri. ‘93’ bukan nilai yang buruk kan? Karena menurutnya, matematika itu sulit.

Ia pulang ke rumah, dengan harapan sang bunda akan turut puas melihat nilai matematika yang ia dapatkan. “Bundaa! Bunga pulang!”, Bunga memasuki rumahnya dengan senyuman yang merekah. 

“Bunda, tadi ujian Matematika Bunga dapat nilai 93!" Bunga berteriak senang sambil menghampiri Bunda.

“Alhamdulilah, temen-temen yang lain dapat berapa?” Bunda bertanya.

 Sepele, tapi perkataan bunda mampu membuat senyum Bunga luntur. Ia mulai berpikir "Bunga ternyata masih kurang ya?”. Sesak, namun Bunga menyembunyikannya. Ia menanggapi pertanyaan bunda, menyebutkan nama teman-teman dan nilai yang mereka dapatkan. Ia melanjutkan, “Bunda kurang puas ya, sama nilai Bunga?”. Bunda menjawab, “Puas.” Tapi, Bunga rasa ekspresi sang bunda tidak menunjukkan hal yang sama. Memang, bunda tidak menunjukkan ekspresi marah, atau apa. Bunda hanya mengatakannya dengan ekspresi yang datar sembari bermain handphone. “Ah, mungkin aku yang terlalu sensitif", Bunga mencoba berpikir positif. Setelah itu, ia memilih untuk pergi ke kamarnya, dan mencoba untuk tidak terlalu memikirkan ucapan bunda. Ia sedih, tentu sedih. Namun setidaknya, hari ini ia belajar untuk tidak berekspektasi terlalu tinggi pada siapapun atau apapun.

Selama ujian berjalan Bunga berusaha mengerjakan soal-soal itu sebaik mungkin. Saat ini, sudah waktunya pembagian rapor setelah ujian dilaksanakan. Sederhana, Bunga hanya berharap nilainya mengingkat dari tahun lalu. Oh, ia juga berharap bahwa semoga orang tuanya lebih mengapresiasi dirinya saat ini. Namun lagi-lagi ia salah, harapan itu dipatahkan hanya dengan ucapan selamat sederhana dari sang bunda dan ayah. Bukan apa-apa sebenarnya, Bunga kadang hanya iri dan sedih melihat adiknya yang diapresiasi dengan sangat oleh kedua orang tuanya dalam setiap hal kecil yang dilakukan. Bunga selalu merasa dibebani, sekaligus diremehkan. Ia tidak ingin diperlakukan seperti itu. Ia hanya bingung, heran, apa ada yang salah dari dirinya? Ia hanya ingin kedua orang tuanya ikut bangga dan senang seperti yang ia rasakan saat ini, namun sepertinya salah. Ia yang salah karena berekspektasi terlalu tinggi. Seharusnya ia lebih berhati-hati lagi dalam berharap. Dari awal, harusnya ia sadar bahwa ‘bunga’ memang tidak dapat menyenangkan semua orang.


Oleh: Denissea Shafa Abhinaya, XI MIPA 4

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar