Exan Sang Mentari



 "Bu, aku mau main dulu ya sama Reks di lapangan" 

"Iya exan, nanti pulang nya sebelum maghrib ya biar sempat mandi dulu sebelum sholat"

"Iya bu, siap"


      Rutinitas Exan di sore hari memang selalu sama, yaitu bermain dengan teman-teman nya di lapangan. Rutinitas yang melelahkan tapi juga sangat bermanfaat untuk pertumbuhan kedewasaan anak. 


"Xan oper bolanya sini! "  

"Ni rex, jangan sampai direbut Ali "

"Oper balik rex bolanya, aku kosong! "

"Ni xan, tinggal shot ke gawang"

"GOALLLLLL"


     Suatu pendidikan kerjasama tim dimana tidak ada yang lebih dari yang lain, semua hanya saling melengkapi kekurangan orang lain.


"Xan, pulang sudah jam setengah enam! "

"Xan, itu ibu kamu dateng jemput kamu"

"Oh iya, aku udahan dulu ya mainnya sampai ketemu besok teman teman"


       

     Itu adalah masa lalu saat Exan masih berumur anak-anak, masa lalu yang indah dan penuh kenangan. Namun, jauh berbeda dari hari sekarang dimana dunia telah berubah menjadi keputusasaan dan keberpihakan. Semua manusia hanya memikirkan dirinya sendiri, yang terpenting adalah keinginannya terpenuhi walaupun dengan menjatuhkan orang lain. 


"Baik mas Exan, mari kita mulai wawancara kerjanya"

"Baiklah pak, mari kita mulai"

-time skip-

"Baik terimakasih mas Exan, atas wawancranya. Sekarang mas Exan sudah bisa kembali ke rumah"

"Iya Pak, terimakasih kembali"


      Exan pulang ke rumahnya dengan percaya diri bahwa ia akan diterima karena memang wawancaranya berjalan lancar dan meyakinkan. Namun di sisi lain dari pihak perusahaan. . . 


"Pak direktur, saya merekomendasikan pelamar atas nama Exan Renaka. Hasil wawancaranya sungguh memuaskankan beliau memiliki kemampuan yang mumpuni, prilaku tubuh yang terkontrol, pandangan mata yangbdalam, pemikiran yang luas, bahkan kepemimpinan yang patut dipertimbangkan"


"Jangan Terima dia dalam perusahaan ini, karena orang seperti dia itu sangat berbahaya untuk perusahaan kita, seperti yang sudah kamu ketahui, semua karyawan di perusahaan ini adalah orang yang 'buta' pemikirannya yang hanya memikirkan bagaimana cara bertahan hidup untuk saat ini. Mereka adalah orang yang akan menurut apapun yang dikatakan bosnya. Lagipula perusahaan kita bergerak dan meraih keuntungan dari pasar gelap dan illegal, sehingga tidak boleh ada orang jujur di perusahaan ini, bukan begitu pak Alex? "


"Baik Pak, saya mengerti"


"Pak Alex, saya memiliki keponakan yang ingin bekerja disini jadi tolong atur semua administrasinya dan segera Terima ia walaupun tanpa wawancara tidak apa apa"


        Begitulah dunia sekarang, penuh dengan kepalsuan dan penggelapan. Tentu saja kabar itu sampai pada Exan... 


"Wahh,  hasil wanwancara kerjanya sudah diumumkan via email"


"Maaf anda tidak diterima. Perusahaan turut menyesal atas hal ini, namun ini keputusan terbaik yang bisa kami ambil, terimakasih"


"Yahh, ternyata tidak diterima, tapi tidak apa apa sih. Semoga nanti bisa dapet pekerjaan lain yang lebih baik, atau mungkin bikin usaha sendiri aja sih. Sekarang istirahat dulu aja nanti berjuang lagi, semangat!!! "



      Begitulah Exan sang mentari, ia tersenyum walaupun beban kehidupan terus ia pikul. Ia bisa bersyukur saat mendapat kemudahan ataupun kesulitan. Orang seperti Exan sang mentari ini akan tetap bersinar sekalipun semua orang ingin menutupnya, akan tetap tersenyum meski semua orang menyakitinya. Karena ia paham betul bahwa dunia ini rendah nilainya dibandingkan surga Tuhan yang abadi, ia paham bahwa Tuhan pasti akan menolongnya kalau ia meminta pertolongan padanya. 

       


Akmaluddin Arief Susanto

XI MIPA 2





Tidak ada komentar:

Posting Komentar