Sewaktu masih kelas 6 SD, aku dan
teman-temanku suka bermain sepak bola. Kami bermain pada sore hari, saat
matahari tidak terlalu panas. Kami bermain sehabis ashar dan berhenti saat
adzan maghrib berkumandang. Kami mencintai sepak bola, hal ini bisa dilihat
saat kami bermain semuanya pasti memakai kostum tim kesayangan dan meniru gaya
pemain yang diidolakan. Tapi sayangnya, kami tidak bermain di lapangan. Hal ini
disebabkan karena pemerintah setempat, sudah menggusur lapangan kami untuk
dijadikan komplek perumahan. Hingga suatu sore, Renji temanku yang baru pulang
sekolah menawari kami untuk bermain di pekarangan samping rumahnya.
“Mending
main di rumahku aja!” kata Renji.
“Emang boleh?” tanya Revi penasaran.
Renji diam sebentar, berpikir tentang resiko yang akan terjadi.
Lalu dia
menjawab, “Tentu saja kawan, ayolah!” Hari itu, kami bermain dengan penuh semangat.
Seusai bermain, Renji menyiapkan makanan dan minuman yang dibuat oleh ibunya.
Seminggu berlalu begitu cepat, kami
bertemu lagi dengan masalah tempat. Kali ini, pekarangan rumah Renji dijadikan
tempat parkir oleh tukang bangunan. Ayah Renji pun menjelaskan padaku dan
teman-teman agar tidak berkecil hati. Akhirnya, kami memilih untuk tidak
bermain dulu sampai kami menemukan tempat bermain yang baru. Rasa jenuh dengan
aktivitas yang ada di rumah, membuatku dan teman-teman, mulai mencari tempat
untuk bermain. Terlebih Revi, yang baru saja membeli sepatu baru dan sudah
tidak sabar untuk mencobanya.
Saat pulang sekolah, aku bertemu
dengan Raihan dan Rio . Kami pulang bersama-sama dan berjanji akan bermain sore
itu. Sampainya di gerbang perumahan, kami bertiga berpisah dan pulang ke rumah
masing-masing. Sore harinya, Revi datang dan menungguku di depan rumah. Saat
aku ke luar, Revi menyambutku, “Assalamu’alaikum Halo Rizal, bagaimana
penampilanku? Sudah mirip Cristiano Ronaldo bukan?” sembari menggoyangkan
kakinya. Aku tahu, dia sengaja menanyakan hal itu agar aku memuji sepatu
barunya. Dengan ikhlas aku menjawab.
“Wih keren, tapi daripada Cristiano
Ronaldo kamu lebih mirip Ronaldowati, hahaha!”
“Terima kasih untuk pujiannya!” jawab Revi dengan wajah kecewa.
Aku dan Revi bergegas menuju ke warung bu Rukia, tempat kami biasa berkumpul.
Satu per satu dari kami mulai berdatangan, diskusi pun dimulai.
“Jadi kita main di mana hari ini?”
kata Raihan membuka pembicaraan. Kami mulai berpikir mencari solusi untuk
tempat yang baru. “Aku punya ide!” cetus Rio ditengah keheningan kami. “Gimana
kalau kita mainnya di ujung komplek perumahan yang sedang dibangun tersebut, aku
lihat di situ ada lahan kosong yang masih belum digunakan”
“Aku setuju” jawab semuanya dengan bersamaan.
Tanpa membuang waktu, kami segera
pergi ke tempat yang dimaksud. Setelah puas bermain, kami duduk di pinggiran
lahan kosong tersebut, menghadap ke arah matahari terbenam. Revi kembali
membuat suasana, “Sepatuku ini punya kelebihan!” katanya padaku.
“Mana buktinya?” tanyaku.
“Lihat ya, aku akan mengitari jalan ini dalam waktu 1 menit,” kata Revi sambil
bersiap.
Revi berlari sambil bersorak
kegirangan. Aku dan teman-teman pun tidak ketinggalan untuk menyemangati.
Akhirnya malapetaka terjadi, Revi kehilangan keseimbangan saat sepatunya
menginjak tanah berlubang, yang berada di sisi lahan. Hal ini membuat Revi jatuh
di atas tanah tersebut. Lututnya luka, wajahnya penuh dengan pasir, dan kami
tertawa. “Hahaha makanya jangan sombong!” kata Rio sembari membantunya berdiri.
Hari itu kami lalui dengan senang.
Persahabatan kami begitu indah untuk dikenang. Dari kejauhan, terdengar suara
adzan. Aku dan teman-temanku langsung pulang, sambil memandangi matahari yang
kian tenggelam. Kami semua terpesona melihatnya, lalu dalam hati aku bertanya,
“Apakah kebersamaan ini akan terus ada?”
Muzni Mubarok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar