Rasa Syukur Yoga
Sudah tiga tahun Yoga tinggal di Jakarta. Setelah lulus kuliah, ia pergi ke Jakarta dengan harapan mendapat pekerjaan. Meskipun telah mendapat pekerjaan yang layak, ia merasa bahwa hidupnya jauh dari kata bahagia. Ia bekerja hingga larut malam dan hanya libur di Hari Minggu sehingga tidak memiliki waktu bersama istrinya yang ia nikahi 1,5 tahun lalu.
Suatu hari, Yoga yang sedang dalam perjalanan pulang melihat seorang anak sedang mengamen di pinggir jalan. Ia tidak menggunakan alas kaki dan pakaiannya pun telah robek. Melihat hal itu, Yoga merasa iba. Akhirnya ia memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dan menghampiri pengamen cilik itu.
“Hai, namaku Yoga, kamu? ” tanya Yoga.
“Aku Andi” jawab anak itu.
“Kamu sudah makan?” tanya Yoga lagi.
“Aku belum makan dari pagi, uangku tidak cukup untuk beli makanan” jawab Andi.
“Mau tidak aku traktir makan. Kamu boleh minta apa saja yang kamu mau.” lanjut Yoga.
“Wah, bener kak? Terima kasih ya kak”
Yoga pun membawa anak itu ke sebuah restoran sesuai keinginan Andi. Sembari makan, Yoga bertanya alasan Andi memilih menjadi seorang pengamen. Andi menjawab bahwa dulu keluarganya adalah keluarga yang kaya. Namun, keluarganya jatuh miskin setelah usaha ayahnya bangkrut karena terlilit utang. Kini, ayahnya berkerja sebagai tukang becak, sedangkan ibunya bekerja sebagai buruh tani dengan gaji yang sangat sedikit. Andi memilih putus sekolah dan menjadi pengamen untuk membantu keluarganya. Mendengar cerita Andi, Yoga pun menangis dan hatinya merasa sangat terpukul. Ia sadar, bahwa kehidupannya belum ada apa-apanya dengan kehidupan Andi. Setelah dapat menenangkan diri, ia bertanya kepada Andi, “Apakah aku boleh berkunjung ke rumahmu?”. Andi pun membolehkannya.
Setelah selesai makan, Andi membawa Yoga ke sebuah tempat yang sangat kumuh. Jalannya sangat sempit dan sampah tergeletak di setiap sudut. Ternyata, di tempat itu lah Andi dan keluarganya tinggal. Yoga yang datang bertamu di sambut dengan hangat oleh keluarga Andi. Mereka kemudian mengobrol dan menceritakan pengalaman hidup masing-masing. Tak terasa, 2 jam telah berlalu dan Yoga berniat pulang. Sebelum pulang, Yoga memberikan sebuah amplop yang berisi uang sejumlah 25 jt rupiah. Ia berharap uang itu dapat digunakan untuk modal usaha dan membiayai pendidikan Andi. Andi dan keluarganya sangat berterima kasih kepada Yoga, mereka berjanji tidak akan melupakan bantuan ini.
Hari itu adalah hari yang sangat bermakna bagi Yoga. Ia akhirnya sadar, bahwa masih banyak orang dengan kehidupan yang lebih buruk dari dirinya. Sejak saat itu, ia selalu bersyukur dan bersemangat dalam menjalani kehidupan.
Erlangga Dief
XI MIPA 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar