Tega Benar
A
walnya aku menolak, tetapi karena terus dibujuk oleh
temanku, aku pun ikut dengan mereka. Aku berangkat
bersepeda santai dengan teman-temanku. Itulah suatu
pagi di hari Ahadku
Pas lagi enak-enaknya menikmati bersepeda, tanpa aku sadari di
depanku ada lubang cukup dalam. Di tengah jalan pula.
Gubrak….
“Aduh…!” teriakku kesakitan. Aku terjatuh karena roda sepedaku
masuk ke dalam lubang.
“Haha…! Ngantuk kamu?” Melihat aku jatuh, semua
menertawakanku. Tega benar mereka.
“Asa…, kenapa kamu? Haha….” Amir menertawakanku sambil
memegang perutnya.
Namun, saat mereka melihat lukaku yang ada di kaki, mereka
semua langsung berhenti tertawa. Wajah mereka pun tampak panik.
Lukaku ini agak dalam. Teman-temanku bergegas menghubungi ibuku.
Meraka menceritakan kondisiku yang baru saja jatuh saat bersepeda.
Tidak lama kemudian ibuku pun datang dan kaget karena melihat
lukaku. Raut wajahnya pun hawatir kepadaku karena melihatku yang
menangis menahan rasa sakit.
“Bagaimana kamu bisa jatuh dari sepeda, Asa?” tanya ibuku.
Muka ibu nyengir-nyengir melihat luka dan darahku yang keluar.
“Asa nggak lihat lubang, Bu,” jawab Amir mewakiliku.
Karena lukaku cukup dalam, akhirnya aku dibawa ke rumah sakit
yang tidak jauh dari rumahku. Di jalan ibuku membersihkan darah
yang ada di kakiku.
“Besok lagi hati-hati. Lihat jalanan, jangan bercanda di jalan!”
Nasihat ibu sangat tepat. Itulah, aku tidak berani menjawab.
Setibanya di rumah sakit, aku langsung di bawa ke IGD.
Penanganan pun langsung diberikan padaku. Saat mau disuntik
jantungku berdetak sangat kencang. Bahkan, aku menangis lebih
keras dibanding pada saat pertama terjatuh.
Kakiku ternyata disuntik berkali-kali, tepatnya kena tusuk jarum
jahitan. Aku pun tidak berani melihat proses lukaku yang sedang
dijahit. Setelah selesai lukaku dijahit dan diperban, aku diperbolehkan
pulang. Kejadian Ahad pagi yang tidak mungkin kulupakan
Laksamana Tri Sunjoko
XI MIPA 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar