Akhir Cerita
Suara tangisan terdengar menggema di ruangan yang berisi
peralatan medis itu. Aku hanya terdiam melihat ibu itu memeluk seorang tubuh
yang sudah terbujur kaku. Tubuh seseorang yang begitu berharga di hidupku,
seseorang yang selalu menemaniku disaat orang lain pergi. Hingga akhirnya,
penyakit itu datang menyerangnya yang membuatnya tidak bisa bertahan lama.
Awalnya dia terlihat baik-baik saja, seorang anak yang
ceria, dan aktif. Aku masih ingat kala itu kami bersepeda bersama, dia terlihat
sangat bersemangat dan sama sekali tidak terlihat lelah. Satu kebiasaan dia
yang selalu aku ingat adalah suka menolong. Saat kami sedang bermain, ada
seorang anak yang terjatuh dan anak itu menangis hingga membuat telingaku
hampir pecah namun dia dengan sigap membantunya bahkan mengantarkan anak itu ke
rumahnya yang jaraknya cukup jauh dari tempat kami bermain.
Namun, seiring berjalannya waktu, dia terlihat lemah dan
sering jatuh sakit. Hingga pada akhirnya, dia memberiku kabar yang membuatku
terkejut. Dia memberitahuku bahwa dia memiliki penyakit yang mematikan dan
tidak dapat bertahan lama. Dia menjalani terapi demi terapi yang dilakukannya
hanya untuk bertahan hidup lebih lama. Aku menemaninya melakukan terapi,
menghiburnya dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Namun, dari hari
ke hari, dia tampak semakin lemah, meski begitu dia tetap ceria dan
menghiburku, tapi aku tetap bersedih dan mengkhawatirkannya. Dia mengatakan
apapun yang terjadi, itu memang sudah takdir Tuhan yang tidak bisa diubah dan
kami hanya bisa bersabar menjalaninya.
Sampai pada hari ini, hari dimana dia bener-benar pergi
untuk selamanya. Hari dimana dia melepaskan semua rasa sakitnya. Aku
mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhirnya. Aku melihat tubuhnya
dikuburkan oleh tanah, melihatnya untuk terakhir kali sebelum aku benar-benar
tidak pernah melihatnya lagi untuk selamanya. Tapi aku tidak menangis, karena
mengingat pesannya untuk selalu bersabar.
Putu Nadiva
XI MIPA 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar