Tak terasa, satu semester berlalu. Kurang lebih sudah enam bulan Reya tinggal di asrama
bersama teman-teman barunya. Sore itu, ia dan teman-teman sekamarnya tampak sangat
bersemangat membereskan kamar dan barang-barang mereka. Mereka sudah tidak sabar bertemu
dengan keluarga mereka besok pagi. Barang-barang mereka harus sudah siap sebelum waktu
makan malam tiba, tepatnya jam 7 malam. Beberapa dari mereka sudah ada yang bersantai di
kasurnya dan siap pulang besok pagi dengan koper-koper mereka. Koper Reya sudah siap,
sekarang ia tinggal menyiapkan tas ranselnya.
Waktu makan malam tiba. Anak-anak berlari tidak sabar ingin segera mengisi perut
mereka dengan hidangan makan malam terakhir di semester ini. Biasanya, hidangan makan
malam terakhir selalu enak dan spesial dibandingkan hari-hari biasanya. Benar saja, menu malam
itu ada salad buah dan sayur, sup ayam, daging sapi asap, dan beberapa hidangan penutup.
Kehangatan dan canda tawa anak-anak segera mengisi kekosongan ruang makan malam itu.
Keesokan paginya, setelah makan sarapan anak-anak segera menuju ke lobby sekolah dan
menemui orang tua mereka. Reya melihat kedua orang tuanya dan langsung berpelukan. Ia
mengajak teman baiknya untuk menemui kedua orang tuanya.
“Bagaimana enam bulanmu di sini? Ibu tahu pasti kamu bertemu banyak teman baru dan
menikmatinya, kan?”
“Mmm, yah cukup baik,” jawab Reya kurang bersemangat.
“Kenalin, Bu ini temanku, Fara.”
Mereka pun berbincang-bincang sebelum akhirnya meninggalkan sekolah. Liburan
semester kali ini Reya dan keluarganya tidak akan pergi ke luar kota karena saudara-saudara
Reya akan mengunjungi mereka. Reya memiliki sepuluh saudara sepupu yang selisih umurnya
tidak terlalu jauh. Mereka selalu menghabiskan waktu bersama-sama ketika bertemu.
Tampaknya Reya sangat menikmati liburannya itu hingga waktu liburan sangat cepat berlalu.
Sejujurnya, selama satu semester kemarin Reya masih belum bisa menaruh hatinya di asrama. Ia
selalu merasa kesepian karena merasa semua teman-temannya tidak sefrekuensi dengannya
kecuali Fara. Namun, hidup harus terus berjalan hingga hari untuk kembali ke asrama pun tiba.
Meskipun Reya tidak senang untuk kembali, tetapi ia menyembunyikan itu. Ia yakin cepat atau
lambat dirinya akan merasa betah di asrama barunya itu dan orang lain tidak perlu tahu
kesedihannya.
Hari-hari di asrama masih terasa sama seperti semester sebelumnya, hanya saja ada
kejadian aneh yang tidak terjadi di semester sebelumnya. Dompet Sasa, jepit rambut milik Syilla,
pulpen mahal milik Rere, dan yang lainnya hilang entah kemana. Setiap ada pengumuman
barang hilang, Reya langsung mengecek barang-barangnya. Untungnya barang milik Reya tidak
ada yang hilang satupun.
“Masa di sekolah elit seperti ini ada pencuri?” kata salah satu murid kepada temannya.
“Entah. Jika iya, seharusnya sekolah kita bisa langsung menangkapnya.”
Ketua kelas Reya pun turun tangan dan menyusun rencana. Sebelum kelas dimulai ia
menaruh beberapa permen langka dari pedesaan di atas mejanya. Saat jam istirahat ia sengaja
meninggalkannya di atas meja dan ketika ia kembali ternyata permen-permen itu sudah hilang.
Setelah makan malam ia mengumpulkan murid-murid untuk menonton film dan menyuruh setiap
anak untuk membawa permen dan dimakan bersama. Ketika setiap anak mengeluarkan
permennya, ia memperhatikan setiap permen yang dibawa oleh teman-temannya dan ia melihat
permen pedesaan yang tadi pagi dibawanya. Permen itu dikeluarkan oleh Fara dari sakunya.
Ketua kelas sangat kaget karena menurutnya Fara adalah anak yang terlihat baik hati dan
pendiam. Tidak mungkin seseorang seperti Fara adalah orang di balik hilangnya barang teman-
temannya itu.
Keesokan paginya saat Reya sedang mengerjakan TTS dengan Fara, ketua kelas
memanggil Fara. Dengan perasaan bingung, Reya menungu Fara dan melanjutkan TTS-nya.
“Ada apa?” tanya Reya ketika melihat Fara kembali mendekatinya.
“Gapapa, dia cuma nanya aku beli permen di mana.”
“Kok lama banget?”
“Sekalian ngobrol-ngobrol tadi.”
“Mmm oke,” balas Reya dengan perasaan bingung.
Sesungguhnya hati Fara ketika itu berdegup sangat kencang. Ketua kelasnya baru saja
mengetahui bahwa ia adalah orang yang sudah mengambil barang-barang temannya. Air
matanya hampir jatuh ketika ia teringat libur semester kemarin saat ia melihat teman-temannya
berkumpul dengan keluarganya sementara ia harus pulang ke rumah sendiri tanpa ada yang
menjemput. Ia semakin berpikir bahwa hidup berlaku tidak adil kepadanya.
Asri Kirana P. D.
XI MIPA 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar