IMPIAN DUA INSAN

 

Impian Dua Insan

 

Sean Adevarra remaja yang sedang menduduki bangku SMA kelas sebelas di salah satu SMA terbaik di kota Bandung yang tidak lain tidak bukan adalah SMA Angkasa. Sekolah Menengah Atas dengan segudang prestasi sekaligus banyak memberikan kesempatan untuk para siswa siswi yang mempunyai bakat di bidangnya masing-masing.

Salah satu siswi yang berhasil membawa banyak piala untuk SMA Angkasa adalah Kinnara Audienna, gadis cantik dengan rambut hitam panjang lebatnya, selain banyak membawa piala dengan prestasinya, Kinarra juga dapat membuat Sean tergila-gila pada pesona dirinya yang hebat.

Sean sudah mengagumi Kinarra sejak dirinya berada di kelas sepuluh, Sean sering memperhatikan Kinarra lewat jendela kelasnya saat Kinarra sedang mengikuti kelas olahraga di lapangan. Kinarra benar-benar membuat Sean tergila-gila padanya, hal itu membuat seorang Sean yang notabenenya sangat tidak menyukai mata pelajaran matematika yang dia bilang rumit dan sulit Ia taklukan karena mengagumi Kinarra.

Sean mempunyai harapan bahwa suatu saat dirinya bisa mengikuti olimpiade matematika bersama Kinarra. Walaupun, hal itu harus membuat dirinya mendapatkan banyak kelas tambahan matematika sampai-sampai rasanya mau mati dikarenakan mabuk rumus dan angka-angka yang ada di buku LKS berukuran besar.

Syukurnya perjuangan Sean selama ini tidak sia-sia. Dengan tekad besarnya itu, Sean bisa membuat dirinya lolos seleksi dan belajar bersama Nara untuk olimpiade matematika yang akan dilaksanakan tiga bulan mendatang. Artinya Sean punya waktu bersama Nara selama tiga bulan.

“Sean, mau ikut ke kantin gak?” tanya temannya Sean kepada Sean yang sedang menggeluti buku latihan matematika di depannya

“Gak, duluan aja.”

 “Hahaha, jangan diganggu anaknya lagi ambis mengejar cinta Nara,” ledek Elio

“Semangat ya, Sean. Kita dukung ini mah.”

“Hahaha, thanks bro.”

Waktu istirahat Sean habiskan untuk mengerjakan soal-soal matematika sambil memakan bekal makan yang dibawakan oleh bundanya. Sean bilang jika dirinya tidak mau menyia-nyiakan waktu untuk berjalan menuju kantin dan mengantri bermenit-menit untuk makanan. Oleh karena itu, dia selalu menghabiskan waktu istirahatnya di kelas dengan bekal dan soal-soal matematika.

Bel pulang berbunyi, setelah merapikan barang-barangnya ke dalam tas dan berpamitan kepada teman-temannya, Sean pun bergegas pergi menuju parkiran untuk menemui Nara.

“Hai, Sean. Hari ini kita belajar di cafe yang sering aku datengin ya.” ucap Nara saat Sean sudah sampai di parkiran.

Iya, benar. Yang menyapa Sean adalah Kinnara Audienna, gadis cantik yang selama ini ia kagumi. Walaupun, sudah satu bulan mereka berkenalan dan belajar bersama untuk mengikuti olimpiade, Sean masih sering merasa kaget bahwa dirinya bisa berinteraksi dan melihat senyum manis Kinarra.

“Boleh, Nara, ayo naik!” kata Sean yang sudah berada di atas motor hitam kesayangannya, “Pake helmnya, Nara, takut ada polisi.”

Perjalanan memakan waktu sekitar dua puluh menit dengan kecepatan rata-rata. Saat ini Sean bersama Nara berada di café yang Nara bicarakan di parkiran. Café berwarna putih dipenuhi oleh buku-buku yang tersusun di rak berwarna cokelat menciptakan suasana yang menenangkan bagi siapapun yang mendatangi tempat ini.

 Sean dibuat kagum oleh tempat itu, tetapi tidak sebesar rasa kagumnya kepada Nara. Mereka berdua sama-sama sibuk mengerjakan soal-soal matematika yang ada di buku besar berwarna merah. Walaupun begitu, sesekali mereka tertawa di tengah-tengah keseriusannya, kalau kata Sean biar mereka tetap ‘waras’ menghadapi soal-soal tersebut.

Tidak terasa tiga jam berlalu, Sean dan Nara pun memutuskan untuk pulang ke rumah karena hari sudah mulai gelap. Sebelum pulang ke rumahnya, Sean pergi ke rumah Nara terlebih dahulu untuk mengantarkan Nara. Jarak café dengan rumah Nara tidak terlalu jauh hanya sekitar satu meter dan menempuh waktu lima menit dengan motor Sean.

“Hati-hati ya, Sean” ucap Nara setelah menuruni motornya Sean.

 “Iya, Nara. Aku langsung cabut ya, Nara.”

 

Tiga bulan berlalu, hari ini merupakan hari yang akan menjadi saksi atas perjuangan Sean dan Nara selama berbulan-bulan. Banyak rintangan yang mereka berdua hadapi namun, itu semua tidak menjadikan alasan Mereka untuk menyerah dan terus berjuang untuk sampai ke sini.

“Sean, semangat ya! Kita pasti bisa!” kata Nara sebelum olimpiadenya dimulai.

“Iya, Nara. Kamu juga semangat ya! Jangan gugup, tetep fokus, oke?”

“Hahaha, kamu tuh yang gugup, bibir kamu sampe pucat tau” kata Nara diakhiri tawa.

Mendengar jawaban Nara, Sean pun hanya bisa tertawa kikuk. Ini adalah olimpiade pertama untuk Sean, Ia banyak merasa gugup dan senang sekaligus, Ia tidak percaya bahwa dirinya bisa sampai di sini bersama Nara. Dream come true, Sean mewujudkan impiannya untuk mengikuti olimpiade bersama Nara.

 Walaupun di awal Sean mendapatkan banyak kegugupan menyelimuti dirinya, akhirnya Sean pun bisa mengendalikan dirinya untuk menghilangkan rasa gugup dan tetap fokus mengikuti olimpiade itu. Harus Nara akui Sean cukup keren, walaupun ini pertama kali untuk dirinya, Sean bisa mengikuti olimpiade dengan cukup baik. Sean banyak membantu Nara saat dirinya kebingungan tadi. Olimpiade matematika pun berjalan dengan lancar, Sean dan Nara terlihat sangat senang dan gugup sekaligus, dia merasa sangat senang saat ini.

“Kita berhasil, Sean! Kamu hebat banget, makasih Sean, kamu bener-bener hebat!!!!” ucap Nara kegirangan memeluk Sean yang gugup.

 “Makasih, Nara. Kamu lebih hebat lagi.” jawab Sean dengan senyuman yang lebar sambil membalas pelukan Nara.

“Impian kamu tercapai ya, Sean? Selamat.

” Sean tidak mengerti apa yang dimaksud Nara “Maksudnya?”

 Nara melepaskan pelukan, tetapi senyuman di wajah cantiknya tetap terpancar cerah, “Ikut olimpiade bareng aku salah satu impian kamu kan?” tanya Nara.

Sean masih bingung dengan ucapan Nara, “Aku gak sengaja liat buku kamu waktu belajar bareng, di situ kamu nulis kalau impian kamu ikut olimpiade bareng aku, iya kan?”

“Kamu keren bisa wujudin mimpi kamu, selamat yaa. Minggu depan kita ketemu lagi buat liat pengumuman olimpiade ini.”

 Setelah mengatakan itu, Nara pun pergi dengan lambaian tangan kepada Sean yang masih bingung. Ternyata selama ini Nara mengetahui bahwa Sean mengagumi dirinya, hal ini membuat Sean tambah senang, tetapi Ia juga merasa malu sekaligus. Benar kata Nara, impian Sean sudah terwujud, dia sudah berusaha sangat keras untuk sampai sini, ‘terima kasih Sean untuk semua kerja keras Kamu selama ini’ ucap Sean dalam hati.

Satu minggu berlalu, hari ini Kinnara dan Sean berada di cafe tempat yang biasanya dipakai mereka belajar bersama sebelum olimpiade untuk membuka pengumuman olimpiade. Baik Sean atau pun Nara, mereka sama-sama gugup dengan hasilnya.

“Sean, kamu takut enggak?” tanya Nara pada Sean dengan muka pucatnya.

 “Enggak, biasa aja. Kamu takut?” “

Takut. Kalau semisalnya kita gak menang olimpiadenya kamu marah gak sama aku?”

“Enggak, Nara. Kamu udah lakuin yang terbaik, apapun hasilnya kamu tetep hebat” ucap Sean sambil mengusap-usap pucuk kepalanya Nara.

“Beneran gapapa?” tanyanya dengan mata yang menahan tangis.

 Sean tersenyum melihat Nara yang ketakutan, “Iya, gapapa ya. Kamu udah keren, Nara.”

“Eh, kok nangis? Aku ada salah ngomong ya sama kamu? Maaf ya, aku gak maksud bikin kamu sedih.” Sean panik melihat Nara menangis sesenggukan setelah mendengar perkataannya yang terakhir.

“Enggak, gak ada yang salah. Aku cuma sedih aja ada yang bilang aku keren dan hebat” jawab Nara sambil mengusap air matanya.

“Kok sedih? Semua orang juga tau kalau kamu keren, Nara.”

Nara menggelengkan kepalanya tidak setuju, “Cuma kamu doang yang bilang aku keren.”

“Kinnara hebat Audienna. Mulai sekarang nama kamu Kinnara hebat Audienna, biar aku bisa manggil kamu hebat terus.”

“Hahaha, lucu. Makasih ya, Sean. Aku seneng jadinya.”

“Harus dong! Kamu harus seneng.”

“Sean, bikin perjanjian yuk.”

“Perjanjian apa?”

“Kalau kita menang olimpiade kamu harus pacaran sama orang keren, gimana?”

“Kamu dong?” tanya Sean

“Iya, aku! Mau gak?”

“Mau gak ya?” tanya Sean pura-pura bingung

“Ih, masa kayak gitu. Kamu gak mau pacaran sama orang keren?”

“Hahaha, mau. Ayo, deal ya!”

“Yeayyy!! Oke kita liat pengumumannya sekarang.”

Dengan senyuman cerah yang selalu terpancar di wajah Nara, mereka berdua pun membuka pengumumannya lewat laptop berwarna rose gold milik Nara. Kalau tadi Sean bisa bilang bahwa dirinya tidak takut dengan pengumuman olimpiade ini, untuk saat ini dia tidak bisa menyangkal, tentu saja dirinya takut karena kemenangan olimpiadenya menjadi penentuan dirinya bersama Nara.

“Aku buka sekarang ya, Sean.” Ucap Nara yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Sean.

“Satu…”

 “Dua…”

“Ti…”

“Tiga…”

Dengan rasa takut Sean mencoba melihat hasilnya namun sebelum melihat hasilnya, teriak Nara melengking di telinganya, “Sean! Kita juara dua!” teriak Nara dan segera memeluk Sean dengan rasa gembiranya. Teriak Nara membuat Sean merasa lega, Ia pun melihat hasilnya di laptop Nara dengan tenang dan membalas pelukan Nara yang tidak bisa diam karena terlalu senang.

 “Hahaha, selamat ya, pacar. Kamu keren.” Puji Sean kepada perempuan yang sedang berada di pelukannya

“Yeayy!! Selamat juga ya pacarnya orang keren, kamu keren keren sekali!” jawab Nara dengan muka merahnya.

Dunia sangat lucu, seorang Sean Adevarra bisa mendapatkan dua impiannya sekaligus melalui pelajaran yang sangat dia benci dahulu kala. Jika bukan karena usahanya untuk memahami dan belajar lebih dalam tentang matematika, tidak mungkin dirinya bisa sampai di sini saat ini. Walaupun banyak hal sulit yang Sean dapatkan, tetapi itu tidak membuat Sean mundur dan terus mencoba sampai akhirnya Ia bisa melewati fase-fase sulit itu. Selain mendapatkan juara dan menjadi pacar Kinnara Audienna, dengan kehebatannya di bidang matematika Ia bisa masuk ke universitas top 3 di Indonesia lewat jalur undangan bersama dengan Kinnara.


Keisha Rizqi Annisa

XI MIPA 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar