REUNI

REUNI


Pagi itu, cuaca lebih cerah daripada biasanya. Aku dan teman-temanku sebagai gerombolan pemuda sudah menantikan saat-saat ini dari dini hari tadi. Matahari terbit terlihat dari ujung pantai, suatu momen yang tepat untuk diabadikan dalam kebersamaan. Kami menghitung mundur momen langka ini. Maklum, kami sudah makin sulit berkumpul sejak kami lulus kuliah 5 tahun lalu. Ada yang sibuk dengan pekerjaannya. Ada yang sudah mengurus keluarga. Aku sendiri? Ya tak perlu lah kamu tahu apa yang aku kerjakan selama ini. Sudah saatnya! Kami semua terfokus pada kamera handphone yang sudah menghitung mundur. Lima, empat, tiga, dua, satu. Akhirnya foto kami terabadikan.

Kami yang berkumpul di sini secara kebetulan, sangat kebetulan bisa karena celetukan salah seorang teman di grup jejaring sosial kami. "Eh guys... Aku lagi di Jogja nih! Ada yang di Jogja gak? Main ke mana gitu yuk mumpung santai?” ujar salah seorang temanku. Celetukan itu rupanya dibalas banyak temanku yang lain. Hampir semua ada di Jogja sedang liburan. Aku sampai sekarang berpikir, kok bisa ya kebetulan begini? Tapi tak apa lah.. Yang penting kami sekarang senang karena bisa berkumpul lagi.

Jeni hanya terdiam. Bingung. Lalu bertanya, “Kok aku? Bukannya yang kirim pesan itu Teon ya?”. Kini giliran aku yang terdiam. Lalu mencari Teon. Dia sudah agak jauh memandang ombak yang berdesir. Ah, mungkin memang aku yang lupa. Kenapa aku harus bingung? Lebih baik aku menikmati momen kebersamaan ini.

Teman-temanku seperti kembali ke masa kanak-kanak. Ada yang tidur-tiduran di pasir dan mengubur dirinya. Ada yang bermain dengan kepiting-kepiting kecil yang keluar dari lubang-lubang pasir. Ada yang main air. Ada yang masih sibuk dengan kameranya. Puas melihat keceriaan teman-temanku, aku duduk melihat mereka dari kejauhan. Tanpa kusadari Jeno sudah berlari ke arahku. “Bro! Nggak nyangka banget ya gara-gara kamu tanya ada yang santai di grup kita akhirnya pada ngumpul gini!” ujarnya sambil menepuk bahuku. Sekarang aku benar-benar bingung. Aku menatap Jeno dengan bingung. Jeno mengernyitkan dahinya karena tatapanku. “Kenapa bro?”. Aku tidak menjawab. Kubuka handphoneku. Kulihat lagi pesan-pesan di grup. Aneh. Pesan kemarin sudah tidak ada. Aku coba restart aplikasi itu. Nihil. Tidak ada pesan ajakan itu. “Jen! Coba kamu lihat ini deh!” kataku sembari menyodorkan handphoneku. Jeno sudah tidak ada. Aku berdiri. Baru menyadari kejanggalan ini. Teman-temanku menghilang semua. Aku melihat sekeliling. Sepi. Hanya desiran ombak yang aku dengar. Sampai akhirnya, bunyi handphone berkali-kali menarik perhatianku.

Pesan dari grup. “Hai bro.. lama nggak jumpa ya?” “Udah lama ya sejak kejadian itu?”

“Iya..gara-gara itu kita jadi susah kumpul bareng”

“Eh ini kayaknya sudah ada satu orang yang kita tunggu nih. Lengkap deh”

“Iya iya .. lengkap sudah.” “Kapan mau dijemput?” “Sekarang aja yuk?” “Hai bro..udah..nggak usah lihat HP mulu..lihat ke sekelilingmu!”

Tiba-tiba tubuhku jadi kaku. Aku tidak berani memalingkan pandanganku dari handphone. Kuberanikan diri untuk menatap sekitar. Tidak ada apapun. Tiba-tiba... dari belakang ada yang menyentuh pundakku.

“Hai brooo... Kami sudah menunggumu sejak lama!” ujar suara surau itu dari belakang. Saat kubalikkan badanku, kulihat barisan teman-temanku. Mereka semua tidak ada yang utuh. Tangan yang menyentuhku, adalah tangan lepas yang dipegang “temanku” itu.

“K-a-m-i.. s-u-d-a-h MENUNGGUMUUUUUUU!!!!”

Aku ingat sekarang. Aku ingat. Aku lari meninggalkan mereka ketika aku menyadari akan terjadi tsunami. Aku ingat aku tidak memperingatkan mereka dan berlari begitu saja. Ketika tsunami menerjang, aku terhempas. Kupikir aku sudah cukup jauh untuk menghindari sapuan ombak itu. Kepalaku terbentur. Tapi aku selamat.

Mereka semua tersapu oleh ombak dahsyat. Aneh. Aku tak pernah menyadari kalau aku sudah tak memiliki seorang teman pun. Kini... aku kembali berkumpul bersama mereka.

 

Faisa Amalia Purnomo

XI MIPA 6


Tidak ada komentar:

Posting Komentar