Hari ini adalah
hari di mana sudah masuk minggu ke 2 pada liburan musim panas. Tidak ada yang
special di liburan kali ini, aku tidak pergi kemana-mana dan hanya menghabiskan
waktu di kamar. Tidak ada teman yang mengajak liburan bersama, akupun tak tau
harus berlibur kemana, karena aku takut perasaan itu muncul kembali sewaktu
berlibur. Kini aku duduk di sebelah jendela kamar ku memangku sebuah laptop
yang sedangku gunakan untuk membaca sebuah novel.
Saat ini jam
dinding menunjukkan pukul 15.00. Langit memang tampak mendung sedari pagi, hanya
saja sampai saat ini langit belum menumpahkan airnya. Ditengah aku membaca
novel aku merasa haus yang membuat aku harus beranjak dari posisi yang nyaman
ini untuk mengambil sebuah minum. Saat aku sedang mengambil minum, suara bel
rumah berbunyi. Tanpa berlama-lama aku membuka pintu. Bertapa kagetnya aku
mengetahui siapa orang yang ada dibalik pintu. Perasan itu kembali muncul, aku
segera menutup pintu tetapi orang itu menahannya dan berhasil masuk. Ya dia
kakak ku, dan perasan itu adalah trauma masa kecilku yang sampai saat ini belum
bisa ku sembuhkan dan entah bisa sembuh atau tidak.
Saat kakak ku berhasil masuk, aku langsung
berlari masuk kebuah lemari yang biasa ku gunakan untuk memenangkan diri dan
menguncinya. Isi kepala ku kembali dipenuhi oleh kejadian waktu itu dan suara
teriakan yang sangatku benci. Dari bagian luar lemari lelaki itu berusaan
memenangkan ku dan terus merus berkata maaf. “Stalaa, kakak benar-benar minta
maaf, maaf baru datang sekarang,”ucapnya. Aku tidak menjawab dan hanya
mengeluarkan suara isak tangis.
Setelah aku merasa tenang, aku membuka pintu
lemari itu sedikit. Disana aku melihat kakak ku yang sedang menangis, mungkin dia
benar-benar menyesal. Karena aku memiliki banyak pertanyaan tentang
keputusannya saat itu, membuatku harus mendekatinya dan meminta jawaban atas
perbuatannya itu. Saat dia tau bawah aku berada di sebelahnya dia langsung
memeluk ku dengan erat dan lagi-lagi dia mengucapkan banyak kata maaf. Tanpa
berlama-lama aku langsung bertanya kepadanya seolah-olah sedang mengintrogasi.
“Kenapa kakak saat itu berlari meninggalkan, padahal mama dan aku membutuhkan bantuan?”
Kembali terbayang kejadian di malam itu, di sebuah rumah yang tak besar namun cukup untuk menampung 4 anggota keluarga. Keributan sedang terjadi menurutku itu bukan masalah besar hanya kesalah pahaman akibat hutang yang tak bisa terbayarkan, namun entah kenapa malam itu amarah benar-benar menenggelamkan papa membuat papa mengambil sebuah botol sirup dan memukulkan nya pada kepala mama. Aku dapat melihat ekspresi muka mama yang menahan sakit dan muka papa yang tampak benar-benar marah walaupun mama memeluk ku agar aku tak terkena pukulan tapi aku dapat melihat dengan jelas kejadian itu. Kakak yang baru pulang dari tempat les nya mematung dipintu dan tampa lama langsung berlari keluar entah kemana.
“Waktu kakak berlari keluar sebenarnya ingin meminta bantuan
orang lain dan memanggil polisi, tapi saat ingin menyemberang di perempatan ada
mobil yang menabrak kakak, kakak langsung ga sadar, pas sadar kakak udah
dirumah sakit,” katanya.
“Trus kenapa kakak ga langsung pulang?” tanyaku
“Udah kakak langsung pulang, pas sampe rumah ternyata tetangga
pada bilang kalo mama meninggal di kejadian malam itu dan kakak langsung datang
ke pemakaman mama. Kakak liat Stala dari jauh, kaka ga berani deketin.”
“Kenapa? Kenapa ga deketin padahal aku disitu lagi butuh
kakak!”
“Karena kakak merasa bersalah, kakak bener-bener marah sama
diri kakak sendiri. Kaka udah ga kuat liatnya jadi kakak pergi dan jangan
sampai ketemu kamu lagi,” kata kakak sambil menangis.
Ternyata selama ini aku salah memupuk rasa marahku pada
kakak, kakak bahkan punya rasa menyesal yang begitu dalam sehingga harus
berbuat seperti itu batin ku. Tapi tetap saja aku tidak terima, dimana selama
ini aku tersiksa dengan trauma yang terus melekat pada diri ku. Karena pikiran
itu aku kembali marah padanya .
“Kakak tau ga si selama ini aku, sakit aku trauma sama kejadian
itu? aku ga bisa hidup tenang!" bentak ku.
“Kakak juga sama stala, kakak juga ga tenang sama rasa
bersalah bahkan kakak terus-menerus berfikir gimana hidup mu setelah kejadian
itu. Tapi kakak selalu pantau kamu walaupun dari jauh, kakak tau kamu tinggal
dimana setelah itu, kakak tau sekolah kamu gimana, bahkan kakak tau kamu sering
bolak balik ke psikolog.”
Setalah bilang itu kakak langsung memeluk ku kembali dengan
erat dan dia lagi-lagi meminta maaf. Aku sudah tidak dapat lagi membendung air
mata ku, air mata itu tumpah sejadi jadinya di barengi dengan air hujan yang
juga turun. Saat ini kami berdua sedang tenggelam pada perasaan bersalah.
Setelah kami menetralkan
pikiran dan berdamai, aku diajak untuk makan malam diluar dengannya. Saat makan
bersama kami saling bertukar cerita karena memang ini pertama kalinya aku dan
kakak ku bertemu kembali semenjak peristiwa 7 tahun lalu. Ditengah-tengah
perbincangan kakak ku mengajak ku untuk tinggal bersama karena ia takut tidak
bisa memantau jika aku tinggal sendirian. Tanpa berfikir lama aku menyetujui hal
itu. Jika ditanya mengapa, itu karena aku merasa kesepian tinggal sendirian.
Setelah selesai
makan aku pulang terlebih dahulu karena kakak ada urusan mendadak. Di tenggah
jalan aku berfikir, apakah trauma ku sudah hilang? Apa rasa takut tidak akan
datang lagi? Katanya trauma akan berkurang bahkan menghilang jika kita berdamai dan
ikhlas. Aku rasa dengan kejelasan yang kakak berikan hari ini aku bisa berdamai
dengan kejadian itu.
Kelas: XI MIPA 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar