Resensi Novel Negeri 5 Menara

 




Identitas Buku

Judul Buku: Negeri 5 Menara

Penulis: Ahmad Fuadi

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Kota Terbit: Jakarta

ISBN: 978-979-22-4861-6

Tebal Buku: 423 halaman

 

Sinopsis

Novel karya Ahmad Fuadi ini bercerita tentang lima orang sahabat yang sekolah di pesantren, lalu saat dewasa mereka dipertemukan kembali. Novel ini merupakan kisah inspiratif dengan tokoh bernama Alif yang tinggal di daerah terpencil Sumatra, tepatnya di Desa Maninjau, Minangkabau, Sumatra Barat. Setelah lulus SMP, Alif ingin melanjutkan sekolah ke SMA Bukittinggi, namun ibunya ingin dia melanjutkan sekolah agama saja. Ibunya ingin Alif seperti Buya Hamka, namun Alif bercita-cita seperti BJ Habibie. Alif tidak ingin dirinya hanya terus di kampung. Ia sangat ingin merantau ke kota untuk menggapai cita-citanya. Banyak orang sukses di sana sehingga membuat ia termotivasi untuk merantau ke kota. Suatu ketika dia mendapat surat dari pamannya yang sedang kuliah di Kairo. Pamannya menyarankan kepada Alif untuk melanjutkan sekolah di Pondok Pesantren Madani di Ponorogo, Jawa Timur. Akhirnya Alif mengikuti saran dari pamannya dan dengan berat hati ibu dan ayahnya melepaskannya.

 

Alif berangakat ke Pondok Madani diantar oleh ayahnya. Dan di sinilah kisah Alif dimulai. Hari pertamanya di pondok dia terkesima dengan mantra ajaib berbahasa Arab ”man jadda wa jadda,” barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Hari-hari Alif dihabiskan dengan belajar, belajar, dan belajar. Mereka tidak hanya belajar Al-Quran dan kitab, tapi mereka juga belajar bahasa Arab dan bahasa Inggris, kesenian, pramuka, dan ilmu pengetahuan lainnya. Setiap sore menjelang azan maghrib, Alif bersama lima temannya memiliki kebiasaan unik. Mereka berkumpul di bawah menara masjid sambil memandang ke awan. Dengan membayangkan awan itulah mereka menggambarkan impiannya. Seperti Alif mengakui jika awan itu bentuknya seperti benua Amerika, yaitu negara yang ingin ia kunjungi kelak setelah lulus. Begitu juga dengan yang lainnya, menggambarkan awan itu seperti negara Arab Saudi, Mesir, dan Benua Eropa. Setelah melewati lika-liku di pesantren, akhirnya setelah lulus mereka dipertemukan kembali di London. Mereka bernostalgia dan telah membuktikan impian dan cita-cita yang dulu dilukis saat berdiri di bawah masjid menara. Alif bersekolah dan bekerja di Amerika, Atang sudah delapan tahun menuntut ilmu di Kairo, Baso kuliah di Arab Saudi, ia mendapat beasiswa penuh, Raja di London, Said dan Dulmajid bekerjasama mendirikan sebuah pondok di Surabaya. Novel Negeri 5 Menara menara ini juga telah diangkat menjadi sebuah film dengan judul yang sama, diproduksi oleh Kompas Gramedia Production bersama Million Pictures, dan diputar secara serentak di bioskop seluruh Indonsia pada tanggal 1 Maret 2012.

 

Kelebihan 

Novel ini cocok dibaca oleh semua kalangan baik dari kalangan anak kecil maupun orang dewasa. Novel ini menggambarkan sebuah persahabatan sehingga dapat dijadikan contoh yang baik bagi para pembaca. Novel ini sangat inspiratif karena dapat mendongkrak semangat anak muda untuk menggapai cita-cita dan jangan pernah takut terhadap mimpi yakinlah bahwa Allah telah memberikan kesuksesan untuk hambanya yang mau berusaha. Ingat ”man adda wajadda’’! Novel ini mampu mengubah tentang pola pikir masyarakat yang konservatif terhadap pesantren. Mereka menilai bahwa di pesantren hanya mempelajari ilmu agama saja, namun faktanya juga mempelajari bahasa Arab, bahasa Inggris, kesenian dan ilmu pengetahuan lainnya.

 

Kekurangan

Ada beberapa kosakata bahasa Arab yang tidak diterjemahkan sehingga mempersulit orang awam dalam memahami maknanya. Novel ini tidak memberikan gambaran tokoh lainnya secara jelas di akhir cerita perjalanan hidupnya, sehingga dapat mempersulit pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang kehidupan dari tokoh tersebut.

 

Fikri Athillah Fauzani XI MIPA 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar