Resensi Novel "Rindu"


IDENTITAS BUKU

Judul: Rindu

Pengarang: Tere Liye

Penerbit: Republika

Tahun Terbit: 2014

Jumlah Halaman: 544 halaman

ISBN: 9786028997904

SIiNOPSIS

Novel Rindu menceritakan tentang perjalanan panjang sebuah kerinduan. 1 Desember 1938 Pertama kalinya dalam sejarah kota Makassar dinggahi oleh sebuah kapal yang sangat besar pada zamannya. 

Blitar Holland demikian tertulis di lambung kapalnya, tidak ada bangunan lain di Makassar yang bisa menandingi tinggi menara uapnya kala itu. Sebuah perjalanan rasa rindu yang banyak menimbun beban di dalam hati. Mulai dari bagaimana tokoh utama dalam novel ini menempuh di masa lalu. Kemudian seseorang yang menempuh perjalanan hidup dengan penuh rasa benci. Sebuah kebencian karena kehilangan cintanya.

Latar waktu yang digunakan pada novel ini adalah pada masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, pemerintah Belanda memberikan fasilitas untuk menunaikan ibadah haji bagi warga pribumi yang memiliki kemampuan. Perjalanan haji pada waktu itu dilakukan menggunakan kapal laut yang merupakan alat transportasi paling modern pada waktu itu.

Diceritakan keluarga Daeng Andipati, seorang pengusaha muda dari Kota Makassar, berencana memulai sebuah perjalanan panjang bersama istri dan dua anak gadisnya, Elsa dan Anna. Keluarganya begitu bahagia tapi dalam perjalanan panjang ini terkuak pertanyaan-pertanyaan termasuk Daeng Andipati. Mereka semua tampak bahagia, namun tidak mengetahui maksud tersembunyi dari ayahnya.

Selain itu ada juga  Ambo Uleng, mantan pelaut yang melamar menjadi kelasi di Kapal Blitar Holland, terlihat diam dan tak banyak bicara. Ambo Uleng memang membutuhkan perjalanan ini tapi bukan untuk mengantarnya ke suatu tujuan, namun untuk pergi lenyap menghilang dari kota asalnya, meninggalkan masa lalu yang menyesakkan. Hidupnya hampir ia habiskan di atas laut. Ia juga menaiki kapal yang sama dengan keluarga Daeng namun ia tidak memiliki tujuan hidup. Ia hanya berkeinginan untuk pergi jauh dari kampung halamannya.

Ada juga tokoh wanita keturunan Tionghoa bernama bunda Upe yang sering mengajar ngaji anak-anak di mushola kapal. Kemudian dari perjalanan Surabaya – Semarang, ada tokoh Bapak Mangoenkoesoemo dan Bapak Soeryaningrat, dua tokoh pendidikan di Surabaya.

Mereka yang akan bergantian mengajari anak-anak di sekolah kapal.Kedua tokoh ini yang meramaikan suasana perjalanan di kapal dengan dijadikan bahan olokan dan becanda oleh Elsa dan Anna, kedua putri Daeng Andipati.Ada juga tokoh lain seorang ulama asal Makassar bernama Gurutta Ahmad Karaeng. Ia selalu melaksanakan sholat berjamaah dan satu waktu ia ingin menyelenggarakan pengajian di kapal. Ia juga sering menjawab pertanyaan dari orang-orang dengan baik. Namun sebenarnya ia juga menyimpan sebuah pertanyaan yang tak seorang pun mampu menjawabnya.

KELEBIHAN

Segi Bahasa yang mudah dipahami sehingga membuat pembaca tidak kesulitan dalam memaknai tulisannya. Penulis juga membolak-balikan emosi pembaca dengan naik turun sehingga membuat pembaca semakin tertarik untuk membacanya sampai akhir. Alur dalam cerita saling terikat sehingga tidak membuat pembaca bingung untuk mengikuti jalan ceritanya. Terdapat ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan wawasan oleh para pembacanya sehingga bacaan dalam novel ini tidak hanya menghibur tetapi juga bermanfaat dalam segi pengetahuan.

KEKURANGAN

Cover buku yang kurang menarik, tampilan visualnya terlihat sangat sederhana sehingga dapat membuat seseorang tidak tertarik untuk membelinya. Terdapat istilah-istilah Bahasa Belanda yang membuat pembaca sulit untuk memahaminya.


Rafli Ahmad (20)  -XI MIPA 1

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar