Resensi Novel Rindu


A. Identitas Buku

Judul Buku                 : Rindu

Penerbit                      : Republika

Penulis                        : Tere Liye

Editor                          : Andriyati

Cover                           : EMTE

Lay out                        : Alfian

Jumlah Halaman    : 544 halaman

Tahun Terbit            : 2014

Cetakan Pertama    : Oktober 2014


B. Sinopsis Novel Rindu


Novel Rindu menceritakan tentang perjalanan panjang sebuah kerinduan. 1 Desember 1938 Pertama kalinya dalam sejarah kota Makassar dinggahi oleh sebuah kapal yang sangat besar pada zamannya. 


Blitar Holland demikian tertulis di lambung kapalnya, tidak ada bangunan lain di Makassar yang bisa menandingi tinggi menara uapnya kala itu. Sebuah perjalanan rasa rindu yang banyak menimbun beban di dalam hati. Mulai dari bagaimana tokoh utama dalam novel ini menempuh di masa lalu. Kemudian seseorang yang menempuh perjalanan hidup dengan penuh rasa benci. Sebuah kebencian karena kehilangan cintanya.


Latar waktu yang digunakan pada novel ini adalah pada masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, pemerintah Belanda memberikan fasilitas untuk menunaikan ibadah haji bagi warga pribumi yang memiliki kemampuan. Perjalanan haji pada waktu itu dilakukan menggunakan kapal laut yang merupakan alat transportasi paling modern pada waktu itu.


Diceritakan keluarga Daeng Andipati, seorang pengusaha muda dari Kota Makassar, berencana memulai sebuah perjalanan panjang bersama istri dan dua anak gadisnya, Elsa dan Anna. Keluarganya begitu berbahagia (kelihatannya) tapi dalam perjalanan panjang ini terkuak pertanyaan-pertanyaan termasuk Daeng Andipati. Mereka semua tampak bahagia, namun tidak mengetahui maksud tersembunyi dari ayahnya.


Selain itu ada juga  Ambo Uleng, mantan pelaut yang melamar menjadi kelasi di Kapal Blitar Holland, terlihat diam dan tak banyak bicara. Ambo Uleng memang membutuhkan perjalanan ini tapi bukan untuk mengantarnya ke suatu tujuan, namun untuk pergi lenyap menghilang dari kota asalnya, meninggalkan masa lalu yang menyesakkan. Hidupnya hampir ia habiskan di atas laut. Ia juga menaiki kapal yang sama dengan keluarga Daeng namun ia tidak memiliki tujuan hidup. Ia hanya berkeinginan untuk pergi jauh dari kampung halamannya.


Ada juga tokoh wanita keturunan Tionghoa bernama bunda Upe yang sering mengajar ngaji anak-anak di mushola kapal. Kemudian dari perjalanan Surabaya – Semarang, ada tokoh Bapak Mangoenkoesoemo dan Bapak Soeryaningrat, dua tokoh pendidikan di Surabaya.

Mereka yang akan bergantian mengajari anak-anak di sekolah kapal.Kedua tokoh ini yang meramaikan suasana perjalanan di kapal dengan dijadikan bahan olokan dan becanda oleh Elsa dan Anna, kedua putri Daeng Andipati.Ada juga tokoh lain seorang ulama asal Makassar bernama Gurutta Ahmad Karaeng. Ia selalu melaksanakan sholat berjamaah dan satu waktu ia ingin menyelenggarakan pengajian di kapal. Ia juga sering menjawab pertanyaan dari orang-orang dengan baik. Namun sebenarnya ia juga menyimpan sebuah pertanyaan yang tak seorang pun mampu menjawabnya.


C. Kelebihan Buku

 Kisah yang menggunakan gaya bahasa kekinian, membuat novel yang berlatar jaman penjajahan ini tidak kaku. Berbagai macam ilmu pengetahuan yang disampaikan didalam novel, membuat pembaca terkagum - kagum atas kepintaran penulisnya.Novel Rindu ini kaya dengan ide yang baru dan segar. Pembaca akan dibuat larut dan jatuh cinta dengan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Ceritnya mengalir dan mudah diikuti.


D. Kekurangan Buku

Cover buku novel ini kurang menarik dan tidak mewakili isi inti cerita yang ada didalamnya. Kemudian untuk tulisan masih ada beberapa keselahan pemilihan kata, penulisan huruf ganda, atau bahkan salah nulis tahun.


E. Kesimpulan

Novel ini memberikan pembelajaran tentang kehidupan, pembelajaran masa lalu tentang kebencian kepada sesorang yang seharusnya disayangi, tentang kehilanga cinta sejati, dan kemunafikan. Karena hal-hal itu sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Novel ini sangat cocok untuk menjadi teman santai , baik kalangan dewasa ataupun remaja. Novel ini juga bersifat mendidik, serta dedikasi seorang guru yang tidak kenal tempat dimanapun dan kapanpun dia akan tetap menjadi seorang guru. Saya sebagai siswa sangat mengapresiasi akan peran Bapak Mangoenkusumo dan Bapak Soerjaningrat yang diceritakan oleh penulis dengan sangat cerdas dan penuh dedikasi.


Maulana Saqif Adiyatma XI MIPA 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar